Bos Bank BCA Respon Terkait Kenaikan Premi LPS di Tahun 2025

LIPUTANBARU.COM//JAKARTA – Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja menilai bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2023 soal Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) tidak akan membebankan BCA dan nasabahnya. Menurutnya, profitabilitas BCA mendukung bank untuk mengikuti program ini nanti tanpa harus meningkatkan suku bunga bank.

“Kalau profit kita masih besar, ya saya pikir nggak perlu dibebankan ke nasabah, ya. Tapi, kalau untuk bank-bank tertentu yang margin-nya udah tipis, ya. Wah, ini membebankan ya, pasti mereka bebankan [kenaikan suku bunga]. Kalau dari BCA sih, rasanya kita nggak perlu membebankan [kenaikan suku bunga]. Profitability kita mencukupi,” ujar Jahja selepas Rapat Umum Anggota Ikatan Bankir Indonesia (IBI) di Graha CIMB Niaga, Jakarta Selatan, Selasa (4/7/2023).

Seperti diberitakan sebelumnya, pada 16 Juni lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken PP Nomor 34 Tahun 2023 yang mewajibkan perbankan untuk membayar premi guna mendanai PRP. Premi PRP sendiri adalah sejumlah uang yang dibayarkan Bank sebagai bagian dari Premi Penjaminan yang besarannya menjadi tambahan dari Premi Penjaminan yang dikenakan kepada Bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk pendanaan PRP. Bank akan mulai wajib membayar premi pada tahun 2025 nanti.

Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1, program ini bertujuan untuk menangani permasalahan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional. Adapun PP tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Pengembangan dan Penyehatan Sektor Keuangan (PPSK).

Jahja menyebut kebijakan ini sebenarnya sudah lama didiskusikan, bahkan sudah dibahas secara mendalam oleh Perhimpunan Bank-Bank Indonesia (Perbanas). Maka dari itu, BCA mendukung peraturan yang sudah ditetapkan itu.

“Nah, saya pikir topik ini sudah dibicarakan cukup lama, ya. Sudah disampaikan di Perbanas juga, sudah digumuli mendalam. Saya pikir ya, apa yang sudah ditetapkan, ya kita akan dukung, lah. Karena itu memang bukan topik yang baru mendadak saja. Itu udah lama dibicarakan,” kata Jahja.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan mungkin saja peraturan ini berdampak pada kenaikan bunga bank. Tetapi ia meyakini pelaksanaan PRP tidak akan membebani perbankan karena margin perbankan masih besar.

“Mungkin bunga mereka naik, tapi saya nggak tahu, tapi kan kalau dilihat margin perbankan masih besar. Jadi Anda nggak usah takut mungkin dia akan lebih kompetitif,” ujar Purbaya saat Konferensi Pers Pertemuan Tahunan LPS dan Stakeholders, Selasa (20/6/2023).

Ia yakin perbankan dapat menyanggupi peraturan ini karena pihaknya sudah memperhitungkan pelaksanaan PRP. Adapun, perkiraan pendapatan premi berdasarkan PRP sebesar Rp1 triliun per tahun, untuk industri perbankan. Dalam 40 tahun ke depan, ditargetkan pendapatan premi sebesar 2% dari PDB tahun 2022.

“Jadi targetnya nggak tumbuh, jadi itu masih kecil dan saya pikir kalau sebesar itu [Rp1 triliun per tahun] tidak akan mengganggu perbankan dan bahkan ke depan akan lebih memperkuat confidence masyarakat pelaku bisnis ke perbankan dan ke negara kita sendiri,” jelas Purbaya.

Ia menjelaskan PRP ini juga dapat meyakinkan kepada masyarakat kepada bank agar tidak ada kepanikan saat terjadi krisis keuangan. Purbaya menyebut saat krisis keuangan 1998 yang memicu krisis perbankan nasional, bank telah membebani masyarakat dan negara untuk menutup kerugiannya.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *