LIPUTANBARU.COM//JAKARTA – Sepertinya Kustini Sri Purnomo sudah ditinggalkan”Khodam Macan Putih” seperti yang dia posting di akun instagram-nya. Calon Bupati Sleman dari petahana ini sudah tidak memiliki kemampuan menjalin koalisi. Kustini sudah tidak diminati hampir seluruh partai politik untuk diusung maju dalam kontestasi Pilkada Sleman. Bahkan, slogan “Sleman Baru” sudah menggema luas di Sleman.
Padahal, Kustini sudah mendaftar pencalonan ke banyak partai dengan modal klaim tingkat kepuasan kinerja yang tinggi. Faktanya, dari 7 partai yang memiliki kursi parlemen di Sleman, yakni Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai NasDem dan PPP serta PDI Perjuangan mengusung Harda Kiswaya untuk maju jadi cabup Sleman. Sedangkan Kustini hanya didukung partainya sendiri yakni PAN yang memiliki 6 kursi.
Bahkan, PKB dan PKS yang sebelum sudah mendukungnya, berbelok arah. PKS yang memang sejak semula sudah gamang akan mengusung siapa, dikabarkan segera merapat ke Koalisi Sleman Baru (KSB) yang mengusung Harda Kiswaya-Danang Maharsa. Jika terealisasi, maka total 44 kursi yang didapatkan pasangan ini.
Memang, Kustini masih punya peluang untuk tetap maju dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah perubahan syarat pencalonan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Pertanyaannya, kenapa tidak ada partai selain PAN yang berminat mengusung petahana yang mengklaim dirinya memiliki elektabilitas dan kepuasan kinerja berdasarkan survey sendiri ini? Apakah ini ada penjegalan? Jawabannya tidak.
Faktanya, PDI Perjuangan yang pada 2020 lalu yang mengusungnya, juga tidak mempercayainya lagi. Justru turut mengusung Harda Kiswaya yang notabene bukan dari kadernya. Bila benar elektabilitas Kustini mencapai 43,9% (LSI) dan Tingkat Kepuasan Kinerja 87% (IPI), aneh rasanya bila partai-partai politik tidak tergiur mengusungnya.
Justru sebaliknya, baik kalangan politikus, budayawan, akademisi hingga masyarakat umum menilai selama kepemimpinan Kustini, Sleman ngene-ngene wae (gini-gini aja). Kustini justru dicap “Bupati Seremonial”, dengan kata lain, hanya tampil di acara-acara seremoni dan gimick-gimick di media sosial.
Kenyataannya, memang tidak ada perkembangan berarti di Sleman. Yang paling fundamental, Kabupaten Sleman menjadi daerah yang dengan angka pengangguran dan kasus kriminalitas tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Namun bukan hanya itu saja yang membuat Kustini tidak diminati. Rumornya, sudah terlalu banyak masalah-masalah hukum yang terdeteksi melibatkan orang-orang dekat di sekitar Bupati ini.
Mulai dari kasus Hibah Pariwisata dan Tanah Kas Desa yang masih bergulir. Ada juga terkait pembangunan kolam renang rumah dinas yang diduga menyalahi aturan hingga pengadaan-pengadaan di lingkup Diskominfo dan Dinas PUPKP, serta DLH yang mulai disorot.
Lalu kemana perginya kekuatan “Khodam Macan Putih” yang dimiliki Kustini? Apakah Kustini akan rela membiarkan pesaingnya melawan kotak kosong? Kita lihat nanti.(*)