LIPUTANBARU.COM//SLEMAN – Fenomena pemberantasan peredaran minuman keras (miras) digalakkan pemerintah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sayangnya, langkah Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam memberantas peredaran miras itu tidak diikuti Pemda Sleman dengan serius.
Padahal, di tanah Sembada di bawah kepemimpinan Kustini Sri Purnomo ini, untuk mendapatkan miras semudah membeli es teh. Bahkan, tempat-tempat hiburan yang membebaskan konsumsi miras terkesan dilindungi.
Terbaru, adalah beroperasinya Kafe Jinemmo, di Jl. Kledokan 3 RT.05 Rw.02, Caturtunggal, Depok, Sleman. Kafe ini dikeluhkan warga setempat lantaran menyalakan musik sampe larut malam bahkan hingga pagi.
Tidak hanya itu, tempat ini juga kerap dijadikan tempat nongkrong kelompok-kelompok preman sambil berpesta miras.
“Kadang sampe jam 12 malam kadang sampe jam 3 pagi. Selain berisik musiknya, suara kendaraannya suka ugal-ugalan yang menggangu istirahat warga sini,” ujar warga Kledokan yang keberatan disebut namanya.
Dia mengaku sudah sering melakukan laporan ke Pemda Sleman namun tidak pernah ada tindak lanjut. Bahkan pengelola kafe sudah ditegur pengurus desa dan warga sekitar tetapi tidak ditanggapi.
“Pemilik kafe juga sudah diajak untuk berdialog tetapi selalu berkilah keluar kota. Sering juga dilaporkan ke aplikasi pengaduan Pemda Sleman juga tidak pernah ada tindakan,” ungkapnya.
Dia mengaku kegiatan bisnis kafe ini semakin mengganggu kenyamanan dan ketertiban warga hingga menimbulkan kerugian moral dan material. Kerugian moralnya karena merupakan kompleks pemukiman padat dan banyak anak kecil, dimana jam tersebut adalah jam belajar dan jam istirahat.
“Kalau kerugian materialnya ya karena mempengaruhi usaha warga sekitar. Contohnya beberapa anak kos memilih pindah daerah karena kebisingan yang ditimbulan kafe tersebut,” kata dia.
Diketahui, Kafe Jinemmo ini berdiri di atas Tanah Kas Desa (TKD) yang seharusnya masa kontraknya berakhir setahun yang lalu. Namun, disinyalir pemilik kafe ini bernama Vitus Lare Hangganata adalah orang ketiga yang menyewa TKD dari penyewa sebelumnya.
Bahkan Padukuhan setempat tiap kali mempertanyakan perihal perizinan tempat usaha, selalu diabaikan pemilik kafe. Diketahui, berkaitan dengan TKD di wilayah Caturtunggal adalah hal sensitif.
Pasalnya, lurah Caturtunggal Agus Santoso belum lama ini ditangkap Kejaksaan Negeri atas kasus Mafia Tanah Kas Desa. Agus divonis penjara tujuh tahun dan denda Rp 400 juta. Dalam kasus ini, juga turut diperiksa anggota DPRD Sleman, Raudi Akmal yang merupakan putra dari Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo.
Saat ini warga sekitar hanya bisa pasrah karena meyakini tempat peredaran miras ini dilindungi oleh oknum penguasa Pemda. Kecurigaan masyarakat ini makin besar, lantaran Satpol PP Pemda Sleman hanya terlihat berani menyegel tempat usaha warung miras skala kecil, namun untuk kafe-kafe yang menjual miras secara terang-terangan dilakukan pembiaran.(***)